31/12/09

SEJUMLAH KASUS YANG HEBOH DI
''TAHUN 2009''

Sejumlah kasus menghebohkan mewarnai 2009. Inilah enam kasus paling menghebohkan Pertama, dua lembaga penegak hukum di negeri ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terlibat perseteruan panjang. Publik mengenalnya dengan kasus cicak versus buaya.

Istilah cicak versus buaya pertama kali diucapkan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji pada 30 Juni. Cicak istilah untuk KPK yang dianggap bodoh hendak melawan seniornya, polisi, diibaratkan buaya.

Kasus ini berawal dari kegeraman Susno yang merasa telepon selulernya disadap KPK. Saat itu sang cicak tengah menyelidiki dugaan penyelewengan dana penyelamatan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Sementara Mabes Polri justru tengah mengincar pimpinan KPK atas laporan pemerasan.

Kasus ini memuncak dengan ditahannya dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah atas dugaan memeras uang Rp 5,6 miliar kepada pengusaha PT Masaro Radiocom, Anggoro Widjojo. Belakangan terkuak, adanya rekayasa dan kriminalisasi KPK dalam kasus ini setelah rekaman sadapan KPK diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Konstitusi.

Sang buaya akhirnya kalah oleh cicak yang mendapat dukungan luas dari publik. Untuk memvirifikasi kasus perseteruan cicak lawan buaya, Presiden Susilo Bambang Yuhdhoyono turun tangan dan membentuk Tim Delapan.

Tahun ini juga dihebohkan dengan mega skandal dalam kasus perbankan. Alih-alih menutup Bank Century, pemerintah justru memilih menyelamatkan bank bermasalah ini dengan menyertakan modal lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp 6,7 triliun. Jadilah bank milik Robert Tantular ini selamat. Tapi langkah penyelamatan ini menimbulkan kontroversi. Bahkan, hingga kini.

Maklum, berdasarkan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK yang diserahkan ke DPR, 20 November lalu, ditemukan sejumlah indikasi pelanggaran dan tindak pidana dalam pencairan dana penyelamatan Rp 6,7 triliun. Kini langkah penyelamatan Bank Century sedang ditangani Panitia Khusus Hak Angket DPR dan kasus hukumnya ditangani KPK. Sementara Robert Tantular hanya divonis empat tahun penjara. Padahal, ia terbukti merampok duit nasabahnya triliunan rupiah.

25 Februari 2009, 38 partai nasional dan empat partai lokal mendeklarasikan antikorupsi. Namun belum genap dua pekan deklarasi, satu per satu rekan mereka ditangkap KPK. Bahkan, terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ada tujuh anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Al Amin Nasution dari Fraksi PPP, politisi dari PKB, Yusuf Emir Faisal, dan Sarjan Taher dari Fraksi Demokrat. Ketiga anggota dewan ini terjerat kasus suap alih fungsi hutan di Tanjung Api-Api, Sumatra Selatan. Al Amin divonis delapan tahun penjara. Sementara Yusuf Emir dan Sarjan Taher masing-masing empat setengah tahun penjara.

Nama wakil rakyat lain yang tersandung kasus korupsi antara lain Saleh Djasit dari Fraksi Golkar, Bulyan Royan Fraksi Partai Bintang Reformasi, politisi Golkar, Hamka Yamdu, dan Abdul Hadi Jamal dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Alhasil, tidak ada fraksi di DPR yang politisinya bebas dari kasus korupsi.

4 Mei 2009, Ketua KPK Antasari Azhar ditahan polisi atas tuduhan berada di balik pembunuhan Direktur PT Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen. Kasus ini masih belum tuntas hingga kini lantaran persidangan atas Antasari masih berlangsung. Dalam persidangan terungkap Nasrudin ditembak usai bermain golf di padang golf Modernland, Cikokol, Tangerang, Banten, 14 Maret. Antasari dituduh menjadi otak pembunuhan ini.

Yang tak kalah heboh dari kasus Antasari adalah adanya bumbu cinta segitiga dengan Nasrudin yang melibatkan mahasiswi cantik, Rani Julianim, cady golf. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 15 Desember, sempat pula diperdengarkan rekaman pembicaraan Rani dengan Antasari di kamar 808 Hotel Grand Mahakam. Selain dinilai mencoreng institusi penegakan hukum, kasus ini juga mengandaskan karier Antasari sebagai ketua KPK. Jabatan yang sangat terhormat di negeri ini.

Tahun ini juga diwarnai krisis energi. Sebagian wilayah Ibu Kota akhirnya harus mengalami pemadaman bergilir selama beberapa bulan akibat defisit listrik yang dialami PLN menyusul kejadian serupa di daerah lain. Pemadaman bergilir di Jakarta terjadi akibat meledaknya trafo gardu induk Kembangan dan Cawang pada 29 September. Padahal, sistem listrik Jawa-Bali-Madura selama ini dianggap dalam kondisi normal sehingga Ibu Kota tak pernah mengalami krisis listrik.

Hingga akhir 2009, PLN masih mengalami defisit listrik 460,2 megawatt. Dari 24 sistem kelistrikan yang ada di Indonesia, 11 sistem di antaranya dipastikan mengalami krisis akibat tak mampu melayani kebutuhan, terutama saat beban puncak. Krisis ini diakui Direktur Utama PLN, Fachmi Mochtar, akan terus terjadi hingga pertengahan 2012. Kabar baiknya, pemerintah memastikan proyek pembangunan pembangkit 10 ribu megawatt dipercepat.

17 Juni 2009, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan, yang juga besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono divonis empat tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Aulia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 100 miliar pada 2003. Aulia disidang bersama tiga mantan deputi gubernur BI lainnya, yakni Maman H. Somantri, Bunbunan Hutapea, serta Aslim Tadjuddin. Maman mendapatkan
hukuman yang sama dengan Aulia. Sementara Bunbunan dan Aslim dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Kasus ini juga telah menjerat mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, mantan Deputi Direktur Direktorat Hukum BI Oey Hoy Tion, serta mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu.

Dana Rp 100 miliar tersebut layaknya dipakai bancakan para pejabat BI dengan mengatasnamakan bantuan hukum. Sebanyak Rp 31 miliar di antaranya digunakan untuk pembahasan masalah Bantuan Likuiditas BI (BLBI) dan menyuap sejumlah anggota DPR saat revisi Undang-undang BI.

Tidak ada komentar: